Berbicara masalah ini, memang tidak mudah. Namun ini merupakan permasalahan klasik hampir disetiap tempat. Ada hal terpenting sekali yang perlu digaris bawahi bila berbicara hal ini.
Junioritas & Senioritas identik dengan kekuasaan, jabatan & kesempatan. Dari pengalaman yang aku alami selama keluar masuk perusahaan, sisi Junioritas & Senioritas selalu identik dengan masa kerja dan bukan dengan pengalaman kerja atau kemampuan seseorang dibidangnya. Hal ini sangat diperdebatkan apabila sudah berbicara masalah kesempatan untuk menempati posisi suatu jabatan.
Sungguh dilematis memang saat seseorang meraih suatu posisi penting namun acapkali diabaikan keberadaannya oleh orang-orang yang menganggap dirinya “Senior” (baca: orang lama) hanya karena dia adalah “Junior” (baca: orang baru). Tidak bisa dipungkiri, rasa iri, merasa dirinya “lebih baik” dan “mengerti” merupakan hal yang dominan ditemui.
Lalu apa yang harus dilakukan apabila hal serupa kita alami ? Well,… pertanyaan yang mudah, dengan jawaban yang mudah, namun sulit untuk dilaksanakan. Namun mungkin pengalaman yang aku alami bisa dijadikan alternatif dalam menyiasatinya.
Sebagai “Junior” (baca: orang baru), aku kerap menghadapi permasalahan ini disetiap tempat. Diindahkan saat memberikan perintah, diabaikan saat memberikan suara dan yang terburuk benar-benar di under estimate-kan oleh para “Senior” (baca; orang lama). Ada kiat-kiat yang aku lakukan untuk menghadapi situasi ini agar tidak merasa stress:
· Amati & pelajari situasi, lihat situasi lingkungan kerja. Pelajari system yang ada dan pahami dengan sebaik-baiknya. Mengamati merupakan pilihan pertamaku karena disinilah aku bisa menyelami dinamisasi ritme kerja sehingga memudahkanku dalam melakukan evaluasi kelemahan dan kelebihan system yang ada. Pengamatan juga aku lakukan secara menyeluruh hingga ke level team kerjaku, karena merekalah yang akan menjadi bagian terpenting dari team pendukungku nantinya.
Junioritas & Senioritas identik dengan kekuasaan, jabatan & kesempatan. Dari pengalaman yang aku alami selama keluar masuk perusahaan, sisi Junioritas & Senioritas selalu identik dengan masa kerja dan bukan dengan pengalaman kerja atau kemampuan seseorang dibidangnya. Hal ini sangat diperdebatkan apabila sudah berbicara masalah kesempatan untuk menempati posisi suatu jabatan.
Sungguh dilematis memang saat seseorang meraih suatu posisi penting namun acapkali diabaikan keberadaannya oleh orang-orang yang menganggap dirinya “Senior” (baca: orang lama) hanya karena dia adalah “Junior” (baca: orang baru). Tidak bisa dipungkiri, rasa iri, merasa dirinya “lebih baik” dan “mengerti” merupakan hal yang dominan ditemui.
Lalu apa yang harus dilakukan apabila hal serupa kita alami ? Well,… pertanyaan yang mudah, dengan jawaban yang mudah, namun sulit untuk dilaksanakan. Namun mungkin pengalaman yang aku alami bisa dijadikan alternatif dalam menyiasatinya.
Sebagai “Junior” (baca: orang baru), aku kerap menghadapi permasalahan ini disetiap tempat. Diindahkan saat memberikan perintah, diabaikan saat memberikan suara dan yang terburuk benar-benar di under estimate-kan oleh para “Senior” (baca; orang lama). Ada kiat-kiat yang aku lakukan untuk menghadapi situasi ini agar tidak merasa stress:
· Amati & pelajari situasi, lihat situasi lingkungan kerja. Pelajari system yang ada dan pahami dengan sebaik-baiknya. Mengamati merupakan pilihan pertamaku karena disinilah aku bisa menyelami dinamisasi ritme kerja sehingga memudahkanku dalam melakukan evaluasi kelemahan dan kelebihan system yang ada. Pengamatan juga aku lakukan secara menyeluruh hingga ke level team kerjaku, karena merekalah yang akan menjadi bagian terpenting dari team pendukungku nantinya.
· Low Profile (rendah diri), terkadang tidak ada salahnya menunjukkan sikap kita dengan rendah hati. Buang segala sifat arogansi seperti bicara sesuatu dengan sangat hebat hanya untuk menunjukkan reputasi kita. Tidak semua orang bisa menerima hal seperti itu. Sebagai pendatang baru, kita belum mengetahui karakter & kemampuan masing-masing personil di Team kita, demikian pula dengan mereka. Ingat pepatah yang mengatakan “First Impressions are most lasting”, tentunya kita berharap kesan pertama yang bisa kita tampilkan adalah sesuatu yang baik, dan kesan yang baik didapat dari approaching yang baik pula.
· Menunjukkan & mempertahankan kualitas kerja, hal pertama yang mungkin bisa dicoba adalah respons kita dalam menanggapi & menyelesaikan pekerjaan yang diberikan. Dari beberapa pengalaman, aku sering menghadapi situasi yang memaksa aku untuk bekerja ekstra keras dikarenakan tingkat pressure yang tinggi. Dari beberapa kebiasaan yang aku lihat, sedikit orang yang bisa tetap bekerja dengan baik disaat menghadapi kondisi pressure yang sangat tinggi.
· Be a Teamwork, ini merupakan kunci terpenting. Banyak orang pandai namun sedikit yang bisa bekerjasama di dalam team. Kebanyakan yang aku jumpai, semakin pintar orang, maka semakin sulit dia bisa menerima ide orang lain sebaik apapun itu. kerjasama team terlihat sangat mudah, namun sukar untuk dijalankan dengan baik terlebih bagi orang yang terbiasa bekerja secara individu.
· Selalu Berfikir Positif, seburuk apapun feedback yang aku terima, aku selalu tetap berusaha tenang dan berfikiran positif. Tidak semua ide baik & cemerlang yang aku kemukakan ditanggapi dengan baik, terkadang ada saat orang menganggap ide ku tidak berguna padahal yang sesungguhnya adalah orang tersebut tidak bisa menerima suatu kekalahan. Patah arang, frustasi atau Berfikiran negatif sebagai jalan keluar dari bentuk kekecewaan selalu aku hindari.
· Tetap bersemangat dan selalu membarikan yang terbaik, sesulit apapun permasalahan atau beban yang datang, aku selalu mengusahakan untuk tetap semangat menjalaninya. Dengan tetap semangat, aku bisa mengangkat mental team-ku dan yang terpenting adalah semangat membuat segala sesuatu yang dirasa tidak mungkin untuk diselesaikan menjadi mungkin.
Terlepas dari beberapa kiat di atas, yang paling menentukan adalah kualitas mental kita. Menempati suatu posisi penting sebagai “junior” tentunya membutuhkan mental yang kuat untuk bisa meyakinkan orang lain bahwa kita pantas duduk disana. Dalam perjalanan selalu saja ada aral yang melintang, butuh mental yang kuat untuk bisa tetap bertahan. Di atas langit selalu ada langit, dan tidak ada yang sempurna di dunia ini, yang ada hanyalah orang yang mau berusaha untuk mengejar kekurangannya.
Ada perbedaan kecil antara orang yang selalu berfikiran “Optimis” dan orang yang selalu berfikiran “Pesimis”.
Saat ada satu gelas kosong diisi dengan air sebanyak setengahnya, maka orang pesimis akan mengatakan bahwa gelas tersebut “Hanya setengah terisi”, sementara orang optimis akan mengatakan bahwa gelas tersebut “Hanya setengah kurang”.
Pertanyaannya, digolongan apakah kamu berada ?
Pertanyaannya, digolongan apakah kamu berada ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar