Senin, Desember 01, 2008

Setiap Manusia Selalu Mempunyai Pilihan

Seringkali kita dihadapkan pada suatu berita dimana seseorang terpaksa melakukan suatu hal yang salah dan ketika dihadapkan pada akibat dari pilihannya tersebut, orang itu mengatakan bahwa dia terpaksa melakukannya karena tidak ada pilihan lain.

Sejujurnya aku tidak setuju dengan hal tersebut. Kita selalu memiliki pilihan, apapun kondisinya, seberat apapun masalahnya. Tidak ada satupun masalah yang tidak memiliki jalan keluar, yang ada hanyalah terlalu pasrahnya seseorang untuk menyelesaikannya sampai terkadang tidak pernah menggunakan akal sehat dalam memutuskan pilihan atau mengambil tindakan. Untuk lebih mudahnya, berikut adalah ilustrasinya :

Katakan bahwa si A akan pergi ke rumah si B yang berjarak 200 meter. Saat akan berangkat, ada 2 pilihan bagi si A :

Pertama, memilih untuk berjalan kaki ke rumah si B dengan konsekuensi tiba di rumah si B kurang lebih dalam waktu 10 menit, badan tidak terlalu capai dan kemungkinan terjatuh akan kecil sekali karena yang bersangkutan hanya berjalan kaki sehingga memudahkannya melakukan kontrol terhadap dirinya.

Kedua, memilih untuk berlari ke rumah B dengan konsekuensi tiba di rumah si B kurang lebih dalam waktu 5 menit, badan akan terasa lebih capai dan kemungkinan terjatuh akan cukup besar sekali karena yang bersangkutan berlari sehingga ada kemungkinan kontrol terhadap dirinya berkurang.

Sebelum berangkat si A diberikan kesempatan untuk memilih mana yang baik untuk dilakukannya. Ketika si A telah memilih, maka saat itu jatuhlah ketentuan (qadar) bagi dirinya sehingga seandainya saat si A memilih pilihan kedua yaitu berlari, maka seandainya dalam perjalanan ke rumah B dia terjatuh, maka itu termasuk ke dalam akibat yang bakal diterimanya karena mengambil pilihan tersebut.

Dalam hidup, kita selalu punya pilihan untuk menentukan arah hidup kita. Berpasrah tanpa melakukan apapun merupakan pilihan yang keliru. Ingat satu hal, Allah tidak akan mengubah nasib seseorang sampai seseorang tersebut berusaha untuk mengubahnya. Seandainya pola berfikir dahulu baru kemudian bertindak dibiasakan dalam hidup sehari-hari kita, maka tidak akan ada orang yang menyesal karena salah dalam mengambil pilihannya. Kalaupun ada penyesalan, tentunya tidak akan separah ketika orang tersebut memutuskan pilihan secara membabi buta tanpa meluangkan waktu untuk berfikir sejenak akan pilihannya.

Hidup adalah sebuah pilihan, maka buatlah pilihan yang tepat agar tidak menyesal dikemudian hari, karena sesal selalu datang diakhir sebuah tindakan yang salah. Mungkin dalam praktek kesehariannya kita dihadapkan pada pilihan-pilihan yang buruk dan tidak menguntungkan, maka kembali ke pola di atas, buatlah pilihan yang terbaik diantara pilihan yang terburuk karena selalu ada pilihan dalam setiap kondisi.

Sebagai penutup, biasakan untuk beristikharah. Insya Allah, kita tidak akan salah dalam menentukan pilihan kita, karena Allah selalu lebih tahu mana yang terbaik bagi kita.


Jumat, November 28, 2008

I Made Subur - Sosok pribadi yang Ikhlas dan bersahaja

Hari ini, tidak sengaja ngebongkar-bongkar file di laptop terus ketemu sama foto ini. Sebuah foto yang diambil kurang lebih satu tahun yang lalu saat aku dan teman-teman melakukan suatu perjalanan ke Bali untuk tujuan pekerjaan dan juga liburan.

Let's start the story,..

Sebenarnya sudah lama aku punya niatan berkunjung ke Bali. Aku lebih banyak tertarik dengan adat istiadat, budaya serta kebiasaan masyarakat bali. Hal ini terpenuhi ketika aku menemani seorang kawan untuk melakukan pekerjaan survey proyek telekomunikasi milik suatu operator setahun silam. Kami tiba di Bali dan menginap dirumah seorang kawanku. Selama kami beristirahat, aku berkesempatan berbicara panjang lebar dengan ayah kawanku ini.

I Made Subur, begitulah namanya. Sosok pribadi yang bersahaja. Sebagai tokoh masyarakat setempat, banyak hal yang diceritakan kepadaku tentang Bali, dari adat istiadat, budaya hingga profil masyarakat Bali sendiri yang penuh dengan laku upacara keagamaan.

Ada satu hal yang menarik bagiku ketika kami berbicara tentang "ilmu ikhlas". Sebagai muslim, tentunya konsep "ilmu ikhlas" sudah tidak asing bagiku. Namun bertemu dengan figur I made Subur yang tidak saja berbicara tentang ilmu ikhlas, namun turut mempraktekkan "ilmu ikhlas" dalam kehidupan sehari-hari merupakan hal yang luar biasa.

Banyak orang bicara tentang Ikhlas namun sangat sedikit yang bisa mempraktekkannya dalam kehidupan. Ikhlas dalam beramal serta tidak pernah mengharap pamrih ketika memberi atau melakukan suatu pekerjaan adalah hal yang sulit untuk bisa diterapkan dalam hidup sehari-hari. Aku berharap bisa mengenal I Made Subur lebih dalam lagi, namun sayangnya waktuku sangat terbatas. Sisa malam yang aku miliki aku habiskan untuk berbicara banyak dengan beliau karena aku berfikir, kesempatan seperti ini akan sulit untuk aku dapatkan kembali.

Sungguh suatu pengalaman berharga yang aku dapati saat itu. Banyak pelajaran serta petuah yang bisa kuambil dari pembicaraan kami selama satu malam tersebut.

Kamis, November 27, 2008

Pentingnya Introspeksi Diri

Tulisan ini dibuat terilhami dari suatu khotbah Jum'at yang dibawakan oleh seorang Khotib ketika aku melakukan sholat Jum'at di suatu Mesjid.

Alkisah diceritakan bahwa di jaman nabi Musa terdapat dua negara dimana negara A dipimpin oleh seorang raja yang baik dan sholeh sedangkan di negara B dipimpin oleh seorang raja yang jahat dan zalim.

Seluruh penduduk di negara A selalu memuja dan menghormati rajanya karena sang raja penuh kasih, serta arif dalam memimpin negaranya, sampai-sampai rakyatnya selalu mendoakan sang raja agar selalu diberikan umur panjang.

Lain halnya dengan penduduk di negara B, dimana sifat sang raja yang jahat dan zalim benar-benar telah membuat rakyatnya hidup dalam berkesusahan sampai-sampai setiap hari rakyatnya selalu berharap agar rajanya yang zalim ini tidak berumur panjang.

Suatu ketika, diwaktu yang sama kedua raja tersebut sakit parah sehingga dipanggilah para tabib dari pelosok negara untuk menyembuhkannya. Setelah berkumpul pada tabib tersebut, merekapun mulai memeriksa penyakit kedua raja tersebut. Setelah usai pemeriksaan, maka para tabib tersebut mengeluarkan kesimpulan yang sama sebagai berikut :

Penyakit yang menyerang raja A adalah penyakit yang umum yang obatnya akan mudah ditemukan, yaitu dengan memakan suatu jenis ikan yang mana ikan tersebut akan mudah ditangkap karena selalu ada setiap harinya tanpa terpengaruh oleh iklim atau musim apapun.

Sementara penyakit yang menyerang raja B adalah penyakit langka yang obatnya sendiri sangat sulit ditemukan, yaitu dengan memakan suatu jenis ikan yang mana ikan tersebut hanya akan naik ke permukaan laut satu kali dalam kurun waktu satu tahun.

Setelah tabib memberikan penjelasan, maka dikerahkanlah seluruh rakyat untuk mencari ikan yang dimaksud tersebut demi kesembuhan sang raja.

Rakyat di negara A sangat bersukacita begitu mengetahui bahwa obat bagi raja mereka adalah ikan yang sangat mudah didapat dan merekapun berbondong-bondong mencarinya dengan rasa optimis, sementara rakyat di negara B sangat pesimis begitu mengetahui bahwa obat bagi raja mereka adalah suatu jenis ikan yang sangat langka, apalagi saat itu bukan musim bagi ikan tersebut untuk naik ke permukaan.

Sungguh Allah sangat Maha Kuasa dan Maha Berkehendak.

Tak satupun rakyat di negara A mendapatkan ikan yang dicarinya meski sekalipun mereka berusaha dengan sekuat tenaga dan dengan keikhlasan yang murni semata-mata agar sang raja bisa disembuhkan. Siang malam mereka mencari ikan yang dikatakan "mudah" didapat tersebut, namun berbuahkan nihil. Sehingga pada akhirnya sang raja A yang baik dan arif serta dicintai oleh rakyatnya wafat karena tidak tertolong.

Lalu bagaimana dengan kisah raja B ? Sekalipun sulitnya ikan tersebut didapat, serta tidak tepatnya musim saat itu, namun ternyata ikan tersebut bisa didapat sehingga akhirnya sanga raja B tersebut bisa disembuhkan dan kembali memerintah negara tersebut dengan kejam dan zalim seperti biasanya.

Mendapati kisah ini, nabi Musa bertanya kepada Allah,
"Ya Allah, mengapa kau akhiri hidup raja A yang baik dan soleh tersebut ? sementara mengapa pula kau panjangkan umur raja B yang jahat dan zalim tersebut ?"

Lalu Allah menjawab pertanyaan nabi Musa tersebut,
"Wahai Musa, ketahuilah olehmu. Raja A memang raja yang baik dan soleh yang selalu beribadah kepadaKu. Namun dalam hidupnya, dia pernah melakukan satu kali kesalahan, sehingga dengan penyakitnya ini, aku hapuskan dosa satu kali tersebut agar begitu dia mati, aku dapat langsung menempatkannya ke dalam Surga."

"Dan ketahui pula olehmu wahai Musa, raja B memang raja yang jahat dan zalim yang tidak pernah beribadah kepadaKu, namun dalam hidupnya dia pernah berbuat satu kali kebaikan, sehingga aku membalas satu amal baik yang telah dilakukannya tersebut dengan kesembuhannya agar kelak apabila dia mati, maka aku akan langsung memasukkannya ke dalam neraka."

Apa yang bisa dipetik dari cerita tersebut ? Andai dalam kehidupan kita, sehari-harinya kita jauh dari Allah, ... tidak pernah menjalankan kewajibanNya, ... selalu melakukan maksiat terhadapNya, ... namun kehidupan kita tidak pernah punya aral yang melintang, ... selalu berkecukupan dan tidak ada kesulitan, ... maka berhati-hatilah !

Jangan-jangan saat ini Allah sedang menghabiskan seluruh amal baik kita miliki dengan ganjaran duniawi sehingga pada akhirnya yang tertinggal dari kita adalah kemudaratan yang abadi, ... kesusahan hidup yang tidak pernah berakhir, ... yang akan membawa kita kedalam kesengsaraan.

lalu bagi orang-orang yang selalu beramal baik, selalu menjalankan perintahNya dan semaksimal mungkin selalu menjauhi laranganNya, namun kehidupannya masih sulit, maka bersabarlah !
Semoga Allah tengah menghabiskan seluruh dosa yang telah kita perbuat dengan cobaan, sehingga yang tersisa dari mereka adalah kesenangan yang abadi.

Wallaahuu A'lam Bissawaab

Sungguh kisah ini sangat menyentak hatiku, membuatku semakin berpikir untuk selalu mengintrospeksi diri setiap hari, mencoba untuk mengevaluasi akan setiap apa yang telah aku lakukan.

Ya Allah,...
Segala puji dan syukur atas segala nikmat yang telah Engkau karuniakan kepadaku sampai detik ini, baik nikmat sehat wal'afiat, nikmat panjang umur, nikmat iman serta nikmat islam.

Ya Allah,...
Jadikanlah aku hambaMu yang pandai bersyukur, mudahkan bagiku segala yang sukar, dan berilah jalan keluar dari setiap kesulitan, serta jauhkan dariku segala kemudaratan.

Ya Allah,...
Peliharalah keimananku agar selalu tetap dalam jalanMu, jauhkan aku dari kefakiran karena aku takut fakirku akan membuatku kufur akan nikmatmu.


Jumat, November 14, 2008

Doa Penerang Hati

اللهم نور قلبي بنور هديتك

كما نورت الارض بنور شمسك

ابدا ابدا ابدا برحمتك ياارحم الراحمين

"Allahumma nawwir qolbi binuuri hidayatika, Kamaa nawartal ardho binuuri syamsika, Abadan,.. abadan,.. abadan,.. Birohmatika Yaa Arhamarraahimiin"

"Ya Allah,... Terangilah hatiku dengan cahaya petunjukMu Sebagaimana telah Kau terangi bumi ini dengan cahaya matahariMu selamanya Dengan rahmat Engkau wahai Zat yang Maha Pengasih"

Do'a ini adalah do'a yang diwariskan oleh almarhum ayahku. Saat itu beliau mengatakan kepadaku untuk mengamalkan do'a ini karena do'a ini sangat berguna untuk memohon kepada Allah agar hati kita tetap terang.

Do'a inipun sangat bermanfaat bagi kita yang selalu berharap diberikannya hidayah dalam hidup kita sehingga kita bisa memikirkan segala sesuatu masalah dengan tenang sehingga insya Allah dapat menyelesaikannya kelak dengan baik.

Kamis, November 13, 2008

Sedemikian Mudahnyakah Menjadi Patriot atau Syuhada ?

Terkait dengan maraknya pemberitaan eksekusi matinya para peledak Bom Bali 1, ada hal yang mengejutkan bagiku sehingga aku tergelitik untuk menulisnya di blog-ku ini.

Hal tersebut adalah, betapa hebatnya proses pemakaman sang peneror sampai dielu-elukan sebagai patriot atau syuhada, sungguh benar-benar kebablasan.....!!!! Bagaimana mungkin, seorang yang notabene telah mengakibatkan kematian banyak orang yang tidak bersalah, tiba-tiba saja mendadak menjadi seorang pahlawan dimana pemakamannya mendapat sambutan yang sangat meriah dengan teriakkan takbir dimana-mana. Bila melihat ini, sebagai umat muslim aku sangat prihatin dengan sikap masyarakat muslim sendiri.

Islam tidak pernah mengajarkan membunuh orang yang tidak bersalah, bahkan di zaman nabi Muhammad pun, keberadaan kafir Zimmi saja dilindungi oleh bangsa muslim. Lalu, fenomena apa yang menyebabkan ini bisa terjadi ???

Umat islam mudah sekali terprovokasi, mereka mudah bertindak mengatasnamakan Allah dengan melafalkan takbir tanpa mereka sadar pantaskah itu dilakukan. Coba saja lihat beberapa peristiwa di televisi dimana saat tawuran antar pelajar/mahasiswa, masing-masing melemparkan batu, mengacungkan senjata tajam sambil meneriakkan takbir, saat melakukan demonstrasi dimana pada akhirnya sudah mencapai tahap anarki, dengan lantang dan pongahnya mereka menghancurkan semua yang ada dengan malafalkan takbir, bahkan saat antar umat muslim sendiri bertikaipun, mereka saling berbaku hantam, menghancurkan dengan mengumandangkan takbir.

Sebagai umat muslim, aku sedih melihat ini. Tahukah mereka apa makna takbir itu ? "Allahu Akbar" yang bermakna "Allah Maha Besar". Dengan mengumandangkan takbir, kita mengakui bahwa kita cuma makhluk yang lemah yang mengakui kebesaran Allah. Dengan mengakui kebesaran Allah, kita seharusnya tahu bahwa tidak ada satupun dimuka bumi ini yang sanggup melakukan apapun tanpa ijin Allah. Lalu bagaimana bisa kita melakukan pengrusakan sementara mulut mengucapkan Allahu Akbar ? Karena dengan kebesaranNya, Allah tidak pernah merusak suatu apapun. Bagaimana bisa seorang pembunuh dielu-elukan sebagai syuhada dengan diiringi kumandang takbir ? seolah-olah dia telah menyelamatkan kita semua dari kehancuran !!! Terpikirkah oleh mereka, betapa yang bersangkutan tersebut telah menyebabkan seorang anak kehilangan ayahnya, seorang ayah telah kehilangan anaknya, seorang istri telah kehilangan suaminya, seorang suami telah kehilangan istrinya, dan lain sebagainya ?

Di zaman sekarang ini, semua memang menjadi kebablasan, betapa tipisnya perbedaan antara benar dan salah. Segala tindakan selalu dibuat dengan mengedepankan ego, kepentingan, emosi tanpa pernah sekalipun dipikirkan terlebih dahulu.

Bagiku, Amrozi Cs tetaplah bersalah walau apapun alasan atau dalih mereka melakukannya, dan setiap orang yang bersalah pantas dihukum. Aku bukanlah pro-Amerika atau manapun, aku hanya melihat dari sudut pandangku sebagai manusia dengan mengedepankan hati nurani.

Siapa yang kelak akan bertanggung jawab seandainya dikemudian hari akan banyak duplikat-duplikat dari Amrozi Cs hanya dikarenakan mereka melihat bahwa sang teroris demikian dielu-elukannya sebagai patriot atau syuhada setelah melakukan perbuatan tersebut ????

Sungguh ini PR besar bagi kita semua dalam membentuk opini masyarakat.

Senin, September 29, 2008

It's Hard To Say "I am Sorry"

Tidak sengaja, saat beduk maghrib tiba, saat waktunya buka puasa, channel TV aku ganti ke Metro. Rupanya disana sedang ada acara Golden Way yang dibawakan oleh Mario Teguh dimana temanya adalah It's hard to Say "I'm Sorry".

Memang tidak mudah untuk bilang "maaf" saat kita melakukan kesalahan. Perlu mental untuk mengucapkannya. Pengalaman pula yang membuktikan bahwa memaafkanpun tidaklah semudah menuliskannya. Dikala terjadi kesalahan, kedua pihak akan memiliki arogansi yang tinggi untuk saling minta maaf dan memaafkan.

Andai budaya ini bisa diterapkan disetiap kehidupan manusia, mungkin indah sekali rasanya hidup ini. Mungkin tidak akan ada orang menyesal karena telah melakukan kekhilafan yang fatal.

Diakhir acara, ada satu kalimat indah yang sepertinya bisa dijadikan pedoman:

"Memaafkan mungkin tidak akan mengubah masa lalu, namun sudah pasti akan memperbaiki masa depan"


Senin, September 22, 2008

Sebuah Wasiat

Pagi ini waktu sahur, seperti biasa aku ngetem di SCTV untuk nonton Para Pencari Tuhan - 2. Ada banyak pelajaran berharga yang bisa diambil dari Sinetron ini. benar-benar sinetron yang bermutu. Cerita dibuat ringan tapi berbobot, syarat dengan petuah dan nasehat.

Pagi ini aku seperti tersentak saat Asrul berkata kepada keluarganya.

"Anak-anakku, saat ini bapak akan berwasiat, saat kalian tengah dilanda kesusahan, ... kesedihan, ... ketidak-berdayaan, ... maka tumpahkanlah seluruh kesusahanmu, ... kesedihanmu, ... keluhanmu, ... serta tangismu sebanyak-banyaknya hanya kepada Allah. Karena hanya Dialah yang sanggup menghapus seluruh kesusahanmu, seluruh kesedihanmu, ... "

Akh,.. kalimat tersebut terasa bagai embun yang masuk ke dalam hati, sejuk sekali. Sejujurnya belakangan ini memang aku sedang memiliki banyak permasalahan. Kadang otak terasa ingin pecah kala menyadari tak juga ketemu solusi dari permasalahanku. Apa yang kudengar dari tokoh Asrul ini laksana teguran langsung dari Allah bahwa memang seperti itulah seharusnya aku lakukan.

Lama kurenungi makna wasiat dari tokoh Asrul ini. Semakin dalam aku semakin sadar bahwa sungguh pertolongan Allah itu sangat dekat, hanya terkadang kita tidak pernah memintanya dengan sungguh-sungguh.

Ya Allah, ... terima kasih atas petunjukMu ini. Aku mohon ampun atas kelalaianku selama ini. Bukakan hati dan fikiranku selalu agar dapat menerima hidayahMu.

Senin, Juli 28, 2008

Road to Dream

Aku beri judul ini "Road to Dream" karena terinspirasi dari film Captain Tsubasa. Sebuah film yang menceritakan bagaimana seorang tsubasa kecil berjuang keras guna meraih sesuatu yang diimpikannya.

Sejujurnya, film ini penuh dengan nilai positif. Banyak hal bisa dipelajari disini, seperti bagaimana gigihnya sosok tsubasa dalam meraih impiannya,... juga seberapa tangguhnya tsubasa dalam menghadapi tekanan yang diberikan,...

Ada hal menarik yang bisa diambil contoh yaitu betapa seorang tsubasa akan semakin kuat saat bekerja dalam kondisi penuh tekanan.

Semangat,.... keuletan,... ketekunan,... ditambah dengan kecerdasan,... merupakan kombinasi yang sangat baik dalam menghadapi hidup saat ini ditengah tingkat persaingan yang ketat. Lalu, apa kaitannya dengan tema tulisanku saat ini ?

Setiap orang punya impian,... namun sedikit yang berusaha mencoba untuk merealisasikannya. Demikian pula denganku. Aku punya banyak mimpi. Aku punya mimpi untuk bisa menatap dan berjalan dunia ini dengan "tegak",... aku punya mimpi untuk bisa merubah kehidupanku menjadi lebih baik lagi,... dan masih banyak lagi mimpiku.

Pada sebagian orang, bermimpi dianggap tabu, tapi tidak dalam kamusku. Ada banyak kesuksesan yang diawali dengan bermimpi. Yang penting adalah bagaimana kita bisa merealisasikan mimpi menjadi suatu hal yang nyata dalam kehidupan.

Bermimpi memberiku harapan untuk bisa maju dan berkembang. Bermimpi memberiku banyak cara untuk menghasilkan ide-ide baru dalam berkreasi. Bermimpi pulalah yang membuatku tetap bisa bertahan untuk selalu mencoba,... dan mencoba meski banyak pula kegagalan kuhadapi.

Dalam Al-Quran Allah berfirman :

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib seseorang/bangsa, sampai orang/bangsa itu berusaha untuk mengubah nasibnya sendiri"

Dan aku selalu meyakini satu hal,... "Siapa yang berusaha dengan sungguh-sungguh,... niscaya dia akan berhasil,..."

Jadi,... sampai kapanpun aku akan selalu berusaha untuk mengejar impian yang aku miliki, karena aku yakin kelak suatu saat aku akan bisa mewujudkannya.

Kuncinya cuma 2,... berusaha ... dan berdoa,...

Jumat, Juli 25, 2008

Pentingnya berkomunikasi

Tema hari ini aku angkat karena memang banyak permasalahan yang terjadi disebabkan tidak adanya jalinan komunikasi yang baik.

Sebagai contoh, hari ini aku mendapat undangan meeting di klien terkait dengan penyelesaian beberapa permasalahan. Seperti biasa, seluruh bahan telah disiapkan dengan baik untuk mempermudah pencarian data seandainya dibutuhkan untuk referensi berargumantasi nantinya.

Singkatnya, meeting telah dimulai dan seluruh permasalahan sudah diungkapkan. Setelah melalui proses perdebatan pada akhirnya diketahui bahwa persentase terbanyak terjadinya permasalahan lebih disebabkan buruknya komunikasi baik internal ataupun eksternal dipihak klien.

Pengalaman ini merupakan pelajaran berharga bagi setiap orang dimana banyak kasus terjadi akibat jalinan komunikasi yang tidak lancar. Dari pengalamanku selama ini, banyak orang menyepelekan urusan korespondensi dalam pekerjaan. Kebanyakan mereka selalu suka dengan system cepat; seperti konfirmasi melalui lisan. Sejujurnya, ini hanya baik dari sisi pelaksanaan selama tidak ada permasalahan dikemudian hari, namun apabila kelak terjadi permasalahan, maka tidak ada dasar yang dapat dipegang karena hampir seluruh konfirmasi yang dibina selama ini melalui lisan.

Berbicara tentang dasar suatu pekerjaan atau pengambilan keputusan, tentunya tidak lepas dari sumber, saran atau pertimbangan yang ada sebagai bukti otentik kuat yang mendasarinya. Sayangnya kebanyakan orang tidak suka bekerja dengan urusan administrative padahal inilah satu-satunya bukti kuat sebagai pendukung disaat menghadapi permasalahan kelak.

Jadi, apabila aku boleh menyarankan, luangkan waktu untuk mendokumentasikan bentuk komunikasi dengan klien secara tertulis (administrative). Mungkin terlihat ribet atau membuang waktu, namun percayalah inilah satu-satunya bukti yang kelak bisa memperkuat posisi kita dikala berargumentasi nantinya

Junioritas dan Senioritas

Berbicara masalah ini, memang tidak mudah. Namun ini merupakan permasalahan klasik hampir disetiap tempat. Ada hal terpenting sekali yang perlu digaris bawahi bila berbicara hal ini.

Junioritas & Senioritas identik dengan kekuasaan, jabatan & kesempatan. Dari pengalaman yang aku alami selama keluar masuk perusahaan, sisi Junioritas & Senioritas selalu identik dengan masa kerja dan bukan dengan pengalaman kerja atau kemampuan seseorang dibidangnya. Hal ini sangat diperdebatkan apabila sudah berbicara masalah kesempatan untuk menempati posisi suatu jabatan.

Sungguh dilematis memang saat seseorang meraih suatu posisi penting namun acapkali diabaikan keberadaannya oleh orang-orang yang menganggap dirinya “Senior” (baca: orang lama) hanya karena dia adalah “Junior” (baca: orang baru). Tidak bisa dipungkiri, rasa iri, merasa dirinya “lebih baik” dan “mengerti” merupakan hal yang dominan ditemui.

Lalu apa yang harus dilakukan apabila hal serupa kita alami ? Well,… pertanyaan yang mudah, dengan jawaban yang mudah, namun sulit untuk dilaksanakan. Namun mungkin pengalaman yang aku alami bisa dijadikan alternatif dalam menyiasatinya.

Sebagai “Junior” (baca: orang baru), aku kerap menghadapi permasalahan ini disetiap tempat. Diindahkan saat memberikan perintah, diabaikan saat memberikan suara dan yang terburuk benar-benar di under estimate-kan oleh para “Senior” (baca; orang lama). Ada kiat-kiat yang aku lakukan untuk menghadapi situasi ini agar tidak merasa stress:

· Amati & pelajari situasi, lihat situasi lingkungan kerja. Pelajari system yang ada dan pahami dengan sebaik-baiknya. Mengamati merupakan pilihan pertamaku karena disinilah aku bisa menyelami dinamisasi ritme kerja sehingga memudahkanku dalam melakukan evaluasi kelemahan dan kelebihan system yang ada. Pengamatan juga aku lakukan secara menyeluruh hingga ke level team kerjaku, karena merekalah yang akan menjadi bagian terpenting dari team pendukungku nantinya.

· Low Profile (rendah diri), terkadang tidak ada salahnya menunjukkan sikap kita dengan rendah hati. Buang segala sifat arogansi seperti bicara sesuatu dengan sangat hebat hanya untuk menunjukkan reputasi kita. Tidak semua orang bisa menerima hal seperti itu. Sebagai pendatang baru, kita belum mengetahui karakter & kemampuan masing-masing personil di Team kita, demikian pula dengan mereka. Ingat pepatah yang mengatakan “First Impressions are most lasting”, tentunya kita berharap kesan pertama yang bisa kita tampilkan adalah sesuatu yang baik, dan kesan yang baik didapat dari approaching yang baik pula.

· Menunjukkan & mempertahankan kualitas kerja, hal pertama yang mungkin bisa dicoba adalah respons kita dalam menanggapi & menyelesaikan pekerjaan yang diberikan. Dari beberapa pengalaman, aku sering menghadapi situasi yang memaksa aku untuk bekerja ekstra keras dikarenakan tingkat pressure yang tinggi. Dari beberapa kebiasaan yang aku lihat, sedikit orang yang bisa tetap bekerja dengan baik disaat menghadapi kondisi pressure yang sangat tinggi.

· Be a Teamwork, ini merupakan kunci terpenting. Banyak orang pandai namun sedikit yang bisa bekerjasama di dalam team. Kebanyakan yang aku jumpai, semakin pintar orang, maka semakin sulit dia bisa menerima ide orang lain sebaik apapun itu. kerjasama team terlihat sangat mudah, namun sukar untuk dijalankan dengan baik terlebih bagi orang yang terbiasa bekerja secara individu.

· Selalu Berfikir Positif, seburuk apapun feedback yang aku terima, aku selalu tetap berusaha tenang dan berfikiran positif. Tidak semua ide baik & cemerlang yang aku kemukakan ditanggapi dengan baik, terkadang ada saat orang menganggap ide ku tidak berguna padahal yang sesungguhnya adalah orang tersebut tidak bisa menerima suatu kekalahan. Patah arang, frustasi atau Berfikiran negatif sebagai jalan keluar dari bentuk kekecewaan selalu aku hindari.

· Tetap bersemangat dan selalu membarikan yang terbaik, sesulit apapun permasalahan atau beban yang datang, aku selalu mengusahakan untuk tetap semangat menjalaninya. Dengan tetap semangat, aku bisa mengangkat mental team-ku dan yang terpenting adalah semangat membuat segala sesuatu yang dirasa tidak mungkin untuk diselesaikan menjadi mungkin.

Terlepas dari beberapa kiat di atas, yang paling menentukan adalah kualitas mental kita. Menempati suatu posisi penting sebagai “junior” tentunya membutuhkan mental yang kuat untuk bisa meyakinkan orang lain bahwa kita pantas duduk disana. Dalam perjalanan selalu saja ada aral yang melintang, butuh mental yang kuat untuk bisa tetap bertahan. Di atas langit selalu ada langit, dan tidak ada yang sempurna di dunia ini, yang ada hanyalah orang yang mau berusaha untuk mengejar kekurangannya.

Ada perbedaan kecil antara orang yang selalu berfikiran “Optimis” dan orang yang selalu berfikiran “Pesimis”.
Saat ada satu gelas kosong diisi dengan air sebanyak setengahnya, maka orang pesimis akan mengatakan bahwa gelas tersebut “Hanya setengah terisi”, sementara orang optimis akan mengatakan bahwa gelas tersebut “Hanya setengah kurang”.

Pertanyaannya, digolongan apakah kamu berada ?

Susahnya membuat keputusan

Mungkin seringkali dari kita yang berada di posisi “Decision Maker” mengalami kesulitan saat dihadapkan pada kasus dimana ada satu keputusan yang harus dibuat namun dengan tingkat pressure yang cukup kuat. Tidak dalam kontek pekerjaan saja, terkadang situasi ini bisa datang dalam kontek personal atau lain sebagainya.

Tulisan ini aku buat berdasarkan pengalaman personal yang aku alami. Saat itu posisiku sebagai seorang Field Senior Supervisor yang mendapatkan promosi dari perusahaan untuk menduduki posisi baru sebagai Field Assistant Operational Manager. Jujur, saat itu aku merasa tidak nyaman dengan adanya promosi tersebut dengan pertimbangan bahwa di level tersebut tentunya banyak sekali keputusan yang harus dibuat secara objective yang menyangkut kebijakan perusahaan secara menyeluruh.

Setiap keputusan yang dibuat terhadap suatu kebijakan, tentunya tidak akan bisa menyenangkan seluruh pihak karena biasanya saat keputusan dibuat tentunya ada satu pihak yang merasa diuntungkan dan disatu pihak lagi akan merasa dirugikan. Saat itu sejujurnya aku dalam posisi dilematis apakah akan menerima promosi yang diberikan, atau menolaknya dengan pertimbangan tersebut di atas.

Dalam kondisi bimbang, aku coba berkonsultasi dengan ayahku saat itu sambil menceritakan duduk persoalan yang masih mengganjal di hatiku. Waktu itu, ayahku tidak memberikan jawaban dari apa yang aku tanyakan, namun jawaban yang diberikan ayahku merupakan ilustrasi sebuah cerita seperti ini :

“Dijaman dahulu kala, saat itu masanya Sayidina Lukman, anaknya bertanya pada ayahnya,”Ayah,.. apa yang harus aku lakukan agar setiap pekerjaan aku dinilai sempurna sehingga tidak ada orang yang mengkomentarinya ?”

Sang Ayah menjawab, “anakku, kalau itu yang kamu cari, hal itu tidak akan pernah terjadi.”

Kemudian sang anak bertanya kembali, “mengapa demikian ayah?”

Sang ayah tidak menjawab pertanyaan anaknya, melainkan langsung mengajak agar anaknya turut serta, seraya mengatakan,”anakku, ikutlah dengan ayah, nanti kau akan tahu sendiri jawabannya”.

Lalu berangkatlah mereka berdua dengan membawa oleh seekor keledai. Ketika perjalan akan memasuki satu perkampungan, sang ayah meminta agar anaknya untuk menaiki keledai sementara sang ayah berjalan menuntun keledai tersebut. Ketika mereka memasuki kampung, orang kampung setempat melihat mereka dan membicarakannya. Mereka mengatakan, “Dasar anak tidak tahu diri, tidak punya sopan santun, tega sekali membiarkan ayahnya berjalan kaki sementara dia enak-enakan sendiri duduk di atas keledai itu.”

Sekeluar dari kampung pertama, sang ayah menanyakan kepada anaknya, “engkau dengar kan, bagaimana komentar orang kampung itu setelah melihat kita? padahal tujuan aku membiarkan kamu tetap naik di atas keledai adalah menunjukkan rasa sayang orang tua terhadap anaknya yang mau melakukan apa saja untuk membuat anaknya tidak merasa lelah berjalan. Tetapi sekalipun tujuanku baik, ternyata tidak semua orang melihatnya seperti itu.”

“Kalau begitu, dikampung berikut, biar aku yang naik keledai itu nak, nanti kamu jalan saja menuntunnya.” demikian sang ayah berkata kepada anaknya.

“Baik ayah, akan aku lakukan.” sang anak menjawab.

Mendekati perkampungan kedua, merekapun bertukar tempat. Sang ayah menaiki keledai tersebut, sementara sang anak menuntunnya. Merekapun memasuki perkampungan tersebut. Setibanya didalam kampung, orang kampung yang melihat mereka kembali membicarakannya. Kali ini mereka mengatakan,”dasar orang tua tidak tahu diri, enak-enakan dia duduk di atas keledai, sementara anaknya yang masih kecil itu dibiarkan berjalan kaki. Sungguh orang tua yang tidak punya otak dan nurani.” demikian komentar dari orang kampung tersebut.

Sekeluar dari kampung kedua tersebut, kembali sang ayah berbicara kepada anaknya,”kau dengar tadi ucapan mereka anakku, padahal tujuanku membiarkan aku naik diatas keledai dan engkau dibawah menuntunnya adalah untuk menunjukkan betapa hormatnya engkau terhadap orang tuamu sehingga sang anak akan rela melakukan apa saja agar orang tuanya tidak lelah dalam perjalanan. Namun ternyata tindakan terpuji seperti itu masih juga mendapat komentar yang tidak baik dari orang lain.”

“Baiklah, diperkampungan berikut, sebaiknya kita berdua akan menaiki keledai ini bersama-sama” demikian sang ayah berucap.

Ketika memasuki perkampungan ketiga, sang ayah dan anaknya menaiki keledai tersebut bersama-sama. Kemudian mereka berjalan melewati kampung tersebut. Melihat mereka, orang kampung mengatakan,”Dasar orang-orang yang tidak punya otak, mereka berdua menaiki seekor keledai tanpa memikirkan bagaimana payahnya keledai itu menahan berat mereka berdua. Sungguh sangat tidak berpendidikan dan memiliki nurani sekali.”

“Dengarkan kata mereka anakku, mereka kembali menyalahkan kita. Padahal apa yang kita lakukan saat ini adalah sebagai alternatif untuk menghindari gunjingan mereka seperti yang diucapkan pada kampung pertama dan kedua.” demikian sang ayah berkata kepada anaknya.

“benar ayah,… ternyata usaha kita masih salah juga menurut mereka” sang anak menimbali.

“Baiklah, kalau demikian, sebagai usaha terakhir, nanti kita berdua berjalan saja. Biarkan keledai itu tidak usah dinaiki” sang ayah mengkomentari.

Ketika memasuki perkampungan keempat, mereka menjalankan rencananya. Sang ayah dan anak berjalan sambil menuntun keledai tersebut. Saat memasuki perkampungan, orang kampung kembali mengomentari mereka, “Bodoh sekali ayah dan anak itu, punya keledai, tapi lebih milih jalan kaki. Sungguh ayah dan anak yang tidak berpendidikan.”

Ketika keluar dari perkampungan tersebut, sang ayah berkata pada anaknya,”dengarlah apa yang mereka katakan, mereka menyalahkan kita, mereka menganggap kita bodoh karena lebih memilih berjalan kaki ketimbang menaiki keledai kita. Padahal apa yang kita lakukan tadi merupakan pilihan lain yang ada dari beberapa pilihan yang telah kita ambil baik dari perkampungan pertama, kedua dan ketiga.”

“Benar sekali ayah, ternyata pilihan apapun yang kita ambil tidak ada yang benar dalam pandangan orang. Selalu saja ada yang mengkomentari tanpa melihat maksud dan tujuan kita.” demikian sang anak menimbalinya.

“Itulah nak, manusia tidak akan pernah berhenti mengomentari sesuatu hal entah apa yang kamu lakukan itu baik atau buruk.” kembali sang ayah mengingatkan kepada anaknya.

Dari ilustrasi cerita yang diberikan oleh ayahku tadi, aku cuma terdiam. Dalam hati aku coba merenungi maknanya dalam-dalam. Sepertinya memang benar, sebaik apapun aku berbuat, omongan akan selalu ada. Sebaik apapun dan semulia apapun keputusan dibuat, tentunya akan ada yang dirugikan. Tidak ada sesuatu yang sempurna. Sudah menjadi sifat manusia untuk selalu mengomentari apa saja tanpa pernah memikirkan dengan baik mengapa tindakan itu dilakukan ? mengapa pilihan itu diputuskan ?

Saat sebuah keputusan dibuat, pihak yang diuntungkan akan mendukung sepenuhnya, sementara pihak yang diirugikan akan menolak dengan mati-matian. Mereka akan mengecam, mengomentari atau yang lebih buruk adalah memprovokasi orang untuk menolaknya. Dari pengalaman yang kujalani selama ini, saat aku harus memutuskan sesuatu, hal pertama yang aku lakukan adalah mengevaluasi pilihan yang ada sedalam-dalamnya seberapa besar manfaat dan mudorotnya bagi orang lain. Apabila ternyata lebih besar manfaatnya ketimbang mudorotnya, maka aku dengan yakin mengambil keputusan tersebut. Kalau nantinya ada pihak yang kontra, maka aku membiasakan untuk berdialog dengan mereka, terkadang mereka tidak mengerti alasan diambilnya keputusan tersebut. Dari pengalaman yang sudah kujalani, usai berdialog, mayoritas mereka dapat mengerti dan pada akhirnya menerimanya.

Aku bukan tipe orang yang suka mendengarkan gosip orang lain perihal apa yang sudah aku lakukan. Dalam fikiranku cuma ada satu, kalau mereka keberatan saat aku memutuskan sesuatu, silahkan datang dan kita bedah isi kepala kita sama-sama dengan tujuan mencari pilihan yang lebih baik. Selama mereka datang dengan ide yang lebih baik, tentunya dengan senang hati akau akan menerimanya. namun selama ideku jauh lebih baik, merekapun harus sportif mengakuinya.

Pepatah ini mungkin sangat berarti,”Ringan mata memandang, berat bahu memikul”. terkadang melihat dan mengomentari sesuatu jauh lebih mudah ketimbang menjalaninya. Aku sudah belajar mengenai itu, maka sedapat mungkin aku tidak mengomentari pekerjaan orang lain kecuali dimintai pendapatnya.
Akh,... andai saja seluruh orang melakukan hal yang sama, mungkin nyaman sekali hidup ini.

Mahalnya harga sebuah kepercayaan

Bicara masalah kepercayaan,.. berarti bicara dengan kejujuran. Kepercayaan tidak bisa dibeli dengan uang karena kepercayaan hanya bisa dibuktikan dengan proses yang panjang.

Pernah satu kali aku menghianati seseorang dimana seharusnya hal tersebut tidak aku lakukan. Aku akui kalau saat itu aku memang bodoh sekali dan sejujurnya penyesalan itu terus ada di hatiku sampai saat ini. “Siapa menabur angin, kelak dia akan menuai badai”, demikian pepatah mengatakan dan hal itu aku terima sebagai akibat dari apa yang telah aku lakukan.

Pengalaman membuatku menyadari bahwa menumbuhkan kepercayaan jauh lebih mudah ketimbang menjaga kepercayaan yang telah diberikan. Sesal selalu datang diakhir cerita dan itu pulalah yang aku rasakan saat ini. Andai waktu bisa diulang, mungkin aku akan mencoba mengubah semuanya. Saat ini aku hanya bisa untuk mencoba mambangun kembali kepercayaan yang telah kuhancurkan. Tidak mudah memang, namun bukan berarti tidak bisa. Mungkin tidak akan terbangun 100% seperti semula, namun setidaknya ada pembuktian diri untuk tetap berusaha ke arah tersebut.

Saat ini aku baru menyadari bahwa mahal sekali harga sebuah kepercayaan dan aku telah berjanji di dalam hati tidak akan pernah lagi menghianati kepercayaan yang telah diberikan seseorang, "Sekali lancung ke ujian, maka seumur hidup orang tidak akan pernah percaya karena nila setitik bisa merusak susu sebelanga".

Pengalaman ini memberikanku pelajaran untuk tidak akan pernah mengulangi hal yang sama kedua kalinya. Hanya orang bodohlah yang mengulangi kesalahan sama hingga kedua kalinya.

Sedikit tentang aku,...

Aku terlahir di Jakarta. Orang tua adalah campuran antara Sunda (Bokap) dan Betawi (Nyokap). Lepas SMP karena saat itu sedang gencarnya tawuran sekolah, ortu merasa kuatir sehingga memutuskan untuk mengirimku sekolah di luar Jakarta. Aku sekolah sambil mondok di pasantren di daerah Gunung Jaya, lalu ke Gunung Puyuh selama kurang lebih 6 tahun. Disini selain menimba ilmu umum, akupun menimba ilmu agama. Tak lupa sebagai kegiatan sampingan aku ikut ambil kelas bahasa inggris di Cambridge & Sunrise College. Lepas dari sekolah dan mengajar di pasantren, aku memutuskan untuk mencoba bekerja dibidang umum sambil menyempatkan diri untuk tetap mengajar.

Pekerjaan pertamaku adalah sebagai teknisi PABX System & LAN, dimana pekerjaanku adalah melakukan pemasangan PABX System atau jaringan LAN sekaligus melakukan programming access-nya. Ada 5 tahun aku geluti pekerjaan ini sampai ada peluang untuk pindah ke bidang yang lebih baik yaitu GSM Technician.

Pekerjaan keduaku adalah sebagai teknisi GSM system dimana pekerjaanku adalah melakukan instalasi dan koneksi kabel & antenna GSM milik beberapa operator baik di dalam gedung perkantoran, mall, hotel, apartemen, dan lain sebagainya. Dari sini banyak sekali kemajuan yang aku terima, aku mulai mengetahui banyak tentang system telekomunikasi berikut jaringan infrastrukturnya. Akupun mulai mendapat kesempatan untuk membuktikan diri di dunia ini.

Bicara masalah kesukaan, aku suka membaca dan menonton. Untuk tontonan, aku suka semua film tentang science seperti acara discovery, national geographic, atau film2 seperti armageddon, deep impact, dan lain sebagainya. Namun aku juga menyukai film-film dengan genre komedi atau juga film kartun seperti Dragon Ball series, Flame of Recca, Yakitake, Kungfu Boy, Cooking Master, dan masih banyak lagi serial film kartun yang aku suka yang bisa aku jumpa di Animax.

Untuk music, aku lebih suka musik blues atau pop dengan katagori easy listening. Jenis musik seperti ini membantuku dalam mengistirahatkan fikiran dikala penat atau membantuku untuk bisa fokus dikala sedang berfikir.

Kalau bicara masalah makanan, aku tidak punya pantangan. Bagiku selama makanan itu keterima sama mulut, lidah dan perutku, that's fine-fine saja.

Well,..

Itu aja dulu sekilas tentangku,... semoga bisa sedikit ngedeskripsi'in tentang aku.

Selasa, Juli 22, 2008

Prakata

Setelah sekian lamanya bergelut dengan kesibukan, akhirnya bisa juga aku menyempatkan diri untuk membuat blog sendiri.

Apa yang kutulis disini merupakan pengalaman, pendapat atau penilaianku terhadap sesuatu hal secara personal yang tidak ada kaitannya dengan pendapat orang lain.

So,...
Here I am,...